Theme Layout

Theme Translation

Trending Posts Display

Home Layout Display

Posts Title Display

Terkini


404

We Are Sorry, Page Not Found

Home Page

              Ilustrasi

INTAIKASUS.COM - Tiga pimpinan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov Sumut mengaku tidak mengetahui mekanisme penyaluran dana hibah dan bantuan sosial (bansos) Tahun Anggaran (TA) 2012-2013. Hal itu terungkap dalam sidang kasus dugaan korupsi penyaluran dana hibah dan bansos Tahun Anggaran (TA) 2012-2013 yang menyebabkan kerugian negara Rp 2.889.153.289, dengan terdakwa Gatot Pujo Nugroho selaku mantan Gubernur Sumut, di Ruang Cakra I Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (18/8/2016).

Dalam sidang, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua TAPD Provsu, yakni Riadil Akhir Lubis, Hasiholan Silaen dan Ibnu Sri Utomo. Dihadapan majelis hakim yang diketuai oleh Djaniko Girsang itu, ketiga saksi mengaku tidak tahu bagaimana mekanisme TAPD melakukan verifikasi terhadap lembaga yang direkomendasi SKPD.

"Saya tidak tahu yang mulia. Kami tidak bertugas memverifikasi lembaga yang direkomendasikan untuk mendapatkan dana hibah dan bansos TA 2012-2013," ujar Riadil Akhir Lubis selaku mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumut.

Dia juga menambahkan, untuk rekomendasi atas penerima dana hibah bansos, mereka menerima bentuk gelondongan. "Setelah dibahas, Ketua TAPD menyampaikan kepada Gubernur. Namun, anggota TAPD tidak mengetahui apa bentuk rancangan yang diusulkan kepada Gubernur. Ketua TAPD yang mengusulkan kepada Gubernur," tambahnya.

Ketiga saksi hanya menjawab pertanyaan baik dari majelis hakim, JPU dan tim penasihat hukum Gatot seperlunya atau normatif. Bahkan, saat majelis hakim bertanya dugaan korupsi seperti apa yang menyeret Gatot, ketiganya juga tidak tahu. Saat hakim menanyakan, apa yang menjadi permasalahan sehingga Gatot jadi tersangka, mereka juga tidak tahu.

Menurut Riadil, hanya 17 SKPD yang menjadi penyaluran dana bansos dari 52 SKPD yang ada. Ke 17 SKPD tersebut bertugas meneliti proposal dana hibah dan bansos yang masuk. Dari keterangan ketiga saksi, dalam menyusun rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), TAPD secara keseluruhan tidak pernah melakukannya bersama-sama.

Melihat tiga saksi seolah tidak mengerti tugasnya di TAPD, majelis hakim membeberkan bahwa TAPD dibentuk dengan keputusan kepala daerah dan sekda, yang bertugas dan menyiapkan kebijakan kepala daerah dalam rangka menyusun APBD. "Itulah tujuannya, harusnya bapak tahu ketika mendapatkan SK (Surat Keputusan). Melaksanakan rapat bersama TAPD tidak pernah. Karena pemikiran kita harusnya tahu seperti apa kebijakan kepala daerah dalam menyusun APBD," tegas majelis hakim Djaniko Girsang mengingatkan. (Net)

Leave A Reply